TEMPO.CO, Ubud – Festival dan Seminar Wayang Internasional yang digelar oleh Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma di Banjar Tegal Bingin, Gianyar, Bali, dipastikan berlangsung mulai hari ini, Minggu, 22 September 2013. Acara pembukaan akan dilakukan di amphitheatre, salah satu fasilitas Rumah Topeng dan Wayang, pada pukul 18.00 WIB.

»Seluruh persiapan sudah kami lakukan demi suksesnya acara berskala dunia ini,” kata pengelola Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma yang juga komite pengarah festival, Agustinus Prayitno, kepada Tempo, Minggu siang, 22 September 2013.

Berbagai pertunjukan akan memeriahkan acara pembukaan. Di antaranya, penampilan penari I Ketut Rina dan kelompok penari kecaknya yang sempat memukau penonton pada acara pembukaan ajang Miss World di Nusa Dua, 9 September 2013 lalu.

Ketua pelaksana festival, I Gede Joni Suhartawan, menjelaskan, utusan dari delapan negara sudah memastikan hadir dalam acara yang akan berlangsung hingga 27 September 2013 tersebut. Mereka berasal dari Checnya, Iran, Jepang, Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, Myanmar, dan Australia. »Ada yang menjadi pembicara pada acara seminar, ada pula yang menampilkan pertunjukan wayang,” ujarnya kepada Tempo.

Utusan dari India dan Cina batal hadir karena berbenturan dengan acara di negara masing-masing. Selain itu, Jennifer Goodlander, pemerhati wayang yang juga pandai mendalang, juga tidak bisa hadir karena masih menjalani perawatan di negaranya, Amerika Serikat, karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Padahal, doktor bidang sastra dan teater Ohio University itu sangat diharapkan kehadirannya. Jennifer memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pewayangan di Indonesia. Sebab, selain pernah melakukan penelitian tentang sastra dan teater, juga meneliti masalah pewayangan, Jennifer pernah bermukim cukup lama di Bali dan Yogyakarta.

Pergelaran wayang akan ditampilkan oleh utusan dari Myanmar, Iran, Jepang, dan Filipina. Jepang akan menampilkan wayang, atau tepatnya boneka Otame Bunraku, yang dimainkan seorang gadis serta diiringi lagu dan musik shamisen (alat musik berdawai tiga). Sedangkan dari Iran akan tampil wayang tradisional Iran, Kheimeh Shab Bazi, yang diiringi perpaduan musik yang syahdu.

Adapun Myanmar menampilkan wayang Mandalay Marionettes. Dari Filipina akan ditampilkan Teatrong Mulat ng Pilipinas serta Roppets Editainment Production (seni pedalangan yang memadukan unsur pendidikan dan hiburan).

Dari dalam negeri akan tampil pergelaran wayang dari sejumlah daerah. Selain wayang beber dari Gunung Kidul yang berasal dari abad ke-XVII; juga wayang golek Betawi, Jakarta; dan wayang kulit menak, Sasak, Lombok. Dari Bali akan dipertontonkan apa yang disebut sebagai wayang multimedia. Juga akan tampil memperlihatkan kemahirannya yakni tiga wayang cilik: Jose, Georgian, dan Anom.

Ada pula wayang potehi dar Gudo dan wayang golek Cing Cing Mong dari Tegal. ”Wayang potehi bisa sekaligus mewakili riwayat pewayangan Cina,” ucap Joni.

Prayitno mengatakan, festival dan seminar wayang internasional menjadi momentum yang penting. Di antaranya merupakan ajang pertalian budaya, khususnya pewayangan, di antara negara-negara peserta. Dengan demikian, para pengunjung festival bisa mengetahui sejarah pewayangan dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia.

”Kami mengundang berbagai kalangan masyarakat untuk menghadiri festival dan seminar, termasuk para akademisi, pemuda, dan pelajar,” tutur Prayitno.

Prayitno memaparkan, penyelenggaraan festival dan seminar didorong oleh rasa keprihatinan terhadap terjadinya degradasi pada hampir semua segi kehidupan. Di antaranya, pengabaian terhadap nilai-nilai budaya asli, termasuk yang terkandung dalam pewayangan. Padahal, nilai budaya asli sudah teruji bisa menjaga solidaritas, keilahian (menyangkut masalah ketuhanan), hingga masalah lingkungan hidup. ”Terjadinya degradasi akibat pola atau gaya hidup yang begitu saja mengadopsi budaya global,” kata Prayitno.

Nyoman Sedana, guru besar yang juga pakar pewayangan dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, bahkan menyebutkan bahwa kesenian, termasuk pewayangan, bisa digunakan untuk meruwat dunia.

Merujuk isi lontar Siwagama Para Dewa, Sang Hyang Trisemaya mengawali kesenian Purwaning Kalangwan untuk menetralisasi huru-hara dan prahara yang sedang mengancam keselamatan dunia yang, konon, disebabkan oleh tergelincirnya sifat kedewataan Sugra Pakulun Ida Betara Sakti Siwa Parwatiswara, yang terjerat atau terpeleset ke dalam kubangan atau belenggu sifat-sifat kegelapan.

Untuk mengembalikan kemuliaan Sugra Pakulun Ida Betara Sakti Siwa Parwatiswara, hanya bisa diruwat dengan nilai atau unsur keindahan seni. Atas dasar itulah, kata Sedana, huru-hara dan prahara yang melanda dunia saat ini, seperti bencana alam maupun bencana manusia, perlu pula diruwat melalui ajang budaya dan seni, seperti seminar dan festival wayang.

»Para elite sudah melakukan berbagai pendekatan, baik hukum, politik, agama, dan ekonomi, tetapi masalah justru semakin banyak,” tutur Sedana, yang juga anggota komite pengarah festival, pada acara pra-festival wayang dan seminar internasional, Juli lalu.

Itu sebabnya, selama festival dan seminar berlangsung, antara pengunjung dan para pembicara seminar dengan para dalang pewayangan bisa berlangsung dialog yang interaktif. Dengan demikian, bisa memahami makna penting dan luhur di balik budaya pewayangan.

Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma yang mulai berdiri tahun 1998, yang dirintis oleh Hadi Sunyoto dan Prayitno, merasa sudah saatnya menjadi penyelenggara festival berskala internasional. Hingga saat ini, Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma sudah memiliki lebih dari 5.000 koleksi wayang dan topeng dari berbagai daerah di Indonesia dan sejumlah negara.

JALIL HAKIM | ROFIQI HASAN



YOUR COMMENT